KH. Ma'ruf Amin (Rois 'Am PBNU 2015-2020); Cicit Syekh Nawawi bin Umar al-Bantani |
Rois ‘Am dan Ketua
Umum PBNU 2015-2020 sudah terlantik pada Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di
Jombang, 16-20 Syawal 1436 H, bertepatan dengan 1-5 Agustus 2015 M. Lalu bagaimana
langkah NU ke depan? Sejauh mana kiprah NU kepada masyarakat? Dan apa saja
tantang-tantangan yang dihadapi NU? KH. Ma’ruf Amin, Rois ‘Am PBNU
2015-2020, menjawab hal itu dengan sangat bijak saat diwawancarai oleh salah
satu kontributor Sidogiri Media yang diutus untuk mengikuti acara
Muktamar NU, Abdulloh Rifqi Mr pada hari Selasa, 4 Agustus 2015 di Media
Center Muktamar NU. Berikut hasil wawancara dengan cicit Syekh Nawawi Banten itu:
Kiai mendapat amanat menjadi Rois ‘Am PBNU, bagaimana Kiai
menyikapinya?
Saya sadar, besar sekali tanggung jawab yang diberikan kepada saya. Apalagi tantangan ke depan
semakin besar dan kompleks.
Baik aliran, pikiran, akidah
yang menyimpang dan tantangan lainnya baik ekonomi, politik dan sosial budaya,
menjadi sesuatu yang sangat berat bagi saya.
Tugas memimpin syuriah pun juga sebenarnya
sangat berat. Akan tetapi, karena ini merupakan permintaan ulama yang mendapat
mandat dari ulama syuriah
seluruh PCNU dan PWNU,
maka dengan segala hormat saya
terima sebagai bentuk kepatuhan saya kepada
ulama.
Bagaimana Kiai melihat Nahdlatul Ulama saat ini?
Saya kira Nahdlatul Ulama saat ini –dengan umur yang sudah
berlanjut dan pengalaman yang sangat banyak–
sedang mengalami proses-proses interaksi.
Dari segi pemikiran, NU dulu pernah mengalami semacam “sadisme” dalam pemikiran. Ketika hal itu terjadi maka diperlukan sebuah upaya untuk mendinamisasi
pemikiran NU melalui Muktamar NU di Lampung pada tahun 1992. Pada Muktamar itu, dibuatlah sebuah keputusan tentang Tashwîr
al-Fikrah an-Nahdliyah (dinamisasi pemikiran NU).
Dinamisasi itu bisa diartikan sebagai langkah bertendensi (berpegang)
pada pendapat (qaul) ulama dan melakukan sesuatu yang tidak pernah
dibahas oleh ulama pada zaman dahulu, sehingga hal itu tidak bisa dijawab di
dalam konteks kekinian.
Jika hal itu terjadi
maka dilakukanlah sebuah upaya, yaitu Istinbâth Manhajî (penggalian dari sumber-sumber Islam). Akan tetapi, waktu itu Istinbâth
Manhajî masih belum dirumuskan dan diputuskan.
Ketika
dinamisasi itu diterapkan lalu mengakibatkan
arus
yang terlalu
tinggi dan kebablasan sampai-sampai mengarah pada liberalisasi, maka pada waktu
Muktamar NU di Surabaya pada tahun 2005, ada sebuah upaya mengembalikan Nahdlatul Ulama kepada rel (landasan) nya. Hal
itulah yang dinamakan Tashfiyah al-Fikrah an-Nahdliyah (penjernihan
pemikiran NU).
Di dalam Muktamar, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan. Karena di dalam Muktamar ada pendekatan-pendekatan yang belum
dirumuskan, maka Muktamar ini –di dalam komisi Bahtsul Masail– membahas tentang
Istinbâth Manhajî. Jadi menggunakan pendekatan-pendekatan hukum seperti Qiyâsî,
Ilhâqî, Istishnâ’î, Istihsânî dan Saddu
adz-Dzarî’ah. Ini
akan menjadi suatu landasan di dalam rangka bagaimana NU ini didasari dengan moderat
(tawassuth). Dalam artian, tidak ifrâth dan tafrîth.
Kiprah NU di masyarakat, mengapa belum begitu
menggigit?
Di dalam semua bidang,
NU sudah melakukan upaya-upaya pemberdayaan, seperti pemberdayaan ekonomi
masyarakat dan lain sebagainya. Di dalam pendidikan, saya lihat banyak lembaga-lembaga semacam perguruan tinggi. Di bidang-bidang lain, saya juga melihat
banyak sekali kiprah NU yang sudah dirasakan oleh masyarakat.
Ke depan, apa tantangan-tantangan yang dihadapi NU?
Menurut saya, NU ke depan,
semakin besar tantangan yang dihadapinya. Mulai dari masalah aliran, pikiran, akidah yang menyimpang dan
tantangan lainnya, baik
ekonomi, politik dan sosial budaya.
Melihat hal itu, apa ajakan kiai untuk kaum Nahdliyin?
Saya mengajak kepada kaum Nahdliyin untuk bersama-sama
membesarkan dan saling menguatkan NU, khususnya kepada pengurus PBNU, supaya
bersama-sama untuk bekerja keras sesuai dengan tantangan yang dihadapi.
Saya juga mengajak semua pengurus NU dari ranting sampai pusat untuk
bersatu membangun umat. Selain itu, saya meminta NU mengerjakan program-program
yang konkret untuk kemajuan dan kebesaran umat Islam.
Ke depan, saya sangat membutuhkan kekuatan dan upaya
untuk menguatkan kembali kepemimpinan para ulama dalam kepengurusan NU seperti
yang digariskan oleh pendiri NU dan para ulama sepuh lainnya.
Pesan kiai kepada masyarakat?
Saya memohon doa dan dukungan, marilah menyatukan kembali
NU yang sudah didirikan oleh ulama sepuh kita. Mari kita bersatu untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab NU ke depan.
Selain itu, mari kuatkan akidah Aswaja kita, hidupkan
kembali amaliah an-nahdliyah (amaliah NU) dan tingkatkan harakah ishlâhiyah
(gerakan perbaikan), baik dari segi dîniyah (keagamaan) maupun dari segi
ijtimâ’iyah (sosial).
Refrensi: Sidogiri Media, Edisi 107 (Dzul Hijah 1436), hal. 66
Tidak ada komentar:
Posting Komentar